Minggu, 07 September 2008

Mark-Up Pemkab Kolaka I Milyar

Tanah mantan Kajati Sultra dibeli Mark-Up Pemkab Kolaka I Milyar

Kejaksaan Negri Kolaka segan mengusut

Kolaka Koran PK

Terkuaknya indikasi KKN soal pembelian lokasi karantina hewan Kolaka diduga ada permainan harga antara mantan kajati Sultra dengan Pemkab Kolaka. Transaksi jual beli lahan tersebut ditengarai kesepakatan untuk membungkam pengusutan kasus dugaan Korupsi APBD Kolaka tahun 2004. Yang patut dipertanyakan adalah tidak ada reaksi dari aparat penegak hukum untuk mengusut dugaan mark-up harga pembebasan lokasi karantina hewan Kolaka.

Pembelian lokasi seluas 4 (empat) hektar untuk lahan pengganti relokasi karantina hewan dari kecamatan kolaka kekecamatan Manggolo seharga 1 (satu ) Milyar milik mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara, K W Sulatra bermodus KKN. Intrik yang dilakukan panitia pembebasan lahan oleh pihak Pemkab Kolaka adalah menetapkan harga tidak rasional dan diatas Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).Selain itu, anggaran dalam APBD khusus untuk pengadaan lokasi karantina hewan ditetapkan hanya 100 juta tapi belakangan, dalam pertanggung jawaban muncul 1 milyar.

Anggaran pembebasan lokasi dinilai terlampau mahal dan eksklusif. Padahal sebelumnya suda ada 4 hektar lokasi karantina hewan di Desa Baula Kecamatan Baula yang harganya hanya 50 juta dan panitia pembebasan Bahkan suda menyerahkan panjar 10 juta kepada pemilik lokasi sebagai tanda jadi tapi kembali dibatlakan oleh Panitia. Pembatalan ini diduga oleh masyarakat di Kolaka adalah pembataalan spekulasi akal-akalan terselubung yang mengarah kepada penyalahgunaan jabatan dan kekuasaan untuk kepentingan KKN.

Herannya, pihak Pemkab tetap bersikukuh dan lebih berselera membebaskan lokasi yang ada di Mangolo milik mantan orang nomor satu di Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Tenggara, Ketut Wayan Sulatra. Sementara lokasi tersebut kurang strategis untuk lokasi karantina hewan karena letaknya disekitar kawasan pegunungan, namun Pemkab Kolaka lebih condong mengalihkan dan menempatkan di Mangolo. KelurahanMangolo seharga satu milyar. Sementara harga pasaran tanah/ lokasi di desa tersebut menurut keterangan warga setempat paling tinggi 30 juta per hektar, apalagi lokasi yang dibebaskan itu letaknya di daerah

Hasil investigasi wartawan Koran Pemberantas Korupsi dan elemen masyarakat pemerhati pemberantasan koupsi di Kolaka, diketahui kalau lokasi yang dibebaskan oleh pemkab Kolaka, selain milik manatan kajati Sultra dan istrinya juga termasuk kaplingan lokasi milik kepala bagain pengkreditan BRI cabang Kolaka, Ketut Wayan Sulatra. Dibalik pembelian lokasi ini tercium adanya aroma KKN antara Pemkab Kolaka dengan mantan Kajati, Ketut Wayan Sulatra, yaitu bermula dari adanya kasus dugaan korupsi APBD Kabupaten Kolaka tahun anggaran 2003,2004, dan 2005 senilai 21 milyar melibatkan pejabat tinggi eksekutif Pemkab Kolaka.

Kasus dugaan Korupsi tersebut sempat melewati beberapa meja kepala Kejaksaan Tinggi Sultra sebelumnya, tapi saat kajati Sultra dijabat K.W Sulatra kasus ini mencuat dan tercium akan diusut kembali membuat Pejabat di pemkab Kolaka Kasat kusut menciptakan solusi tutup mulut dan menimbunnya dengan cara KKN karantina Hewan. Al hasil, gayung bersambut, kasuspun kembali dipetikan.

Untuk mengamankan kasus korupsi yang dikuatirkan diusut oleh kejakssaan Tinggi Sultra yang waktu itu K.W Sulatra menjabat sebagai Kajati Sultra, Tim pembebasan dan pengadaan lokasi karantina hewan Pemkab Kolaka yang diketuai Asisten satu bidang pemerintahan, Drs.A.Ahmad, terpaksa membatalkan lokasi karantiana di Baula kemudian mengalihkan ke lokasi Ketut Sulatra dan Kawan-kawan.

Informasi dari sumber yang layak dipercaya menyebutkan, keterlibatan anggota Tim pengadaan dan pembebasan lokasi hanya diberi tugas sebatas mensurvei dan menentukan kelayakan lokasi. Sedangkan penentuan dan penetapan harga satu milyar untuk pembebasan lokasi di Mangolo diputuskan sepihak oleh Sekda Kolaka Drs.H.A. Saharuddin M, Msi dan ketua Tim Drs.A. Ahmad. Sementara Bupati Kolaka Drs.H.Buhari matta, MSi, diduga menjadi eksekutor terakhir penentu penetapan harga 1milyar.

Eksekusi pemindahan lokasi karantina hewan dari Baula ke Mangolo dan penetapan persetujuan harga 1 milyar, sumber di Pemerintahan Pemkab Kolaka menilai sikap Pemkab membatalkan lokasi di Baula adalah sikap pemborosan anggaran. Menurutnya, semestinya lokasi yang suda disepakati sebelumnya di desa Baula janagan dibatalkan karena harganya murah dan letaknya strategis.Tapi jika ada upaya Pemkab untuk menutup kasus dugaan korupsi , tidak mesti memaksakan pembebasan lokasi di Mangolo seharga satu milyar.

Transaksi harga KKN ini,dipihak Pemkab diduga diskenario oleh Sekda Kolaka, Smentara dipihak mantan kajati Sultra termasuk nama Ketut Arjana sebagai pemilik lokasi. Dari keterangan Ketut Arjana saat dikonfirmasi bahwa lokasi yang dibebaskan oleh pemkab Kolaka adalah milik K W Sulatra dan istrinya seluas kurang lebih 2 (dua ) hektar bersertifikat, dan selebihnya adalah milik Ketut Arjana. Alasan ketut Arjana kalau lokasinya juga bersertifikat, diragukan kebenarannya.

Pasalnya, temuan hasil pemeriksaan BPK-RI perwakilan Kendarai Sulawesi tenggara priode pemeriksaan semester I TA. 2007 menemukan beberapa lokasi pengadaan tanah oleh Pemkab Kolaka dianggarkan Rp.2.194.218.000,00 tidak bersertifikat, diantaranya Pengadaan Lokasi karantina hewan 1 milyar dengan jumlah pemilik 4 (empat) orang tanpa bukti kepemilikan (sertifikat). Dasar pembayaran hanya berupa berita acara kesepakatan harga tanah dan berita acara pelepasan hak, sehingga pada saat loaksi tanah mantan Kajati Sultra dan Ketut arjana disepakati untuk dibeli oleh Pemkab, saat itu dipastikan belum bersertifikat. Berawal dari sini sangatlah kuat adanya keterlibatan kolaborasi pihak Ketut Sulatra Cs dan Pihak Pemkab kolaka merekayasa untuk penguatan Perbuatan KKN.

Selain trik itu,untuk mengelabui pemeriksa keuangan, pembayarannya dipecah- pecah melalui beberapa pos anggaran untuk menghilangkan kesan pembayaran satukaligus/ kontan satu milyar, dan sebelumnya dibuatkan satu kwitansi pembayaran senilai 1 milyar sebagai upaya strategi administrasi untuk mengelabui pemeriksa.

Ketut arjana yang dikomfirmasi Koran PK mengakui lokasi itu dibeli oleh Pemkab Kolaka seharga satu Milyar. Harganya diterima langsung oleh Ketut Arjana, administrsi proses pencaiaran dananya di keuanagan Pemkab juga semuanya atas nama Ketut Arjana “ harganya saya terima langsung dari pihak Pemkab tapi total yang saya terima hanya 900 juta lebih sedikit “ , ungkap Ketut Arjana. Anenya, didokumen proses pembayaran nama mantan Kajati Sultra, Ketut sulatra tidak dimunculkan.

Informasi yang diperoleh, mantan Kepala kantor karantina Hewan Kolaka Nyoman Wideada saat bertugas dikolaka tinggal dirumah Ketut Arjana. Dari situ berpotensi keterlibatan ketut arjana dan Nyoman Wideada berperan mempermudah terjadinya pembelian harga KKN. Terkait harga KKN 1 milyar ini, masyarakat menanti sepakterjang pihak Kepolisian dan Kejaksaan mengendus aroma transaksi KKN di Pemkab Kolaka.

Pantauan Koran pemberantas Korupsi, Samapi saat ini lokasi karantina hewan di mangolo masi dalam menghutan dan belum ada tanda-tanda aktivitas layaknya karantina hewan. Pelaksana kepala kantor karantina hewan kolaka, Muh Husain dikonfirmasi menyatakan, sementara menunggu penyerahan lokasi dari pihak pemkab Kolaka namun sampai saat ini pihak pemkab belum menyerahkan lokasi kepada pihak balai karantina hewan Kolaka.

Menyikapi hal ini, Tim investigasi Khusus LSM Kontrol Transparansi Anggaran dan Kebijakan Indonesia (KONTAK INDONESIA ) Kolaka dan Lembahga Pemantau dan Pengawasan Hasil Kerja Aparatur Negara dan Hak Sipil (LP2HS) Jakarta, meminta kepada institusi penegak hukum segera melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap Tim pengadaan dan pembebasan lokasi termasuk pihak pejabat yang menyetujui penetapan harga satu milyar, termasuk pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kolaka.

Pihak kejaksaan negri Kolaka yang dinkonfirmasi soal pembelian lokasi karantina hewan beraroma KKN ini, menurut Asintel kajari Kolaka, Ridwan Said, SH, bahwa pihaknya (kajari Kolaka) suda menghubungi Pemkab Kolaka, alasan pemkab Kolaka membeli lokasi karantina hewan dimangolo seharga 1 milyar, wajar karena konteks jual beli tergantung kesepakatan para pihak menentukan harga.

Menurut Ketua LP2HS, Defri Wandes, pengadaan tanah atau pembebasan ganti rugi lokasi yang dilakukan oleh pemerintah punya aturan main, lain halnya jika para pihak-nya non pemerintah, itu tergantung kesepakatan karena bukan menggunakan anggaran pemerintah. Pembebasan lokasi karantina hewan ini adalah indikasi dugaan transaksi KKN. Yaitu, pemkab Kolaka melakukan pendekatan kepada Kajati saat itu dengan cara membeli lokasi tersebut dengan harga ekselusif diatas NJOP dan harga pasaran umum yan berlaku didaerah setempat yan tujuannya diduga untuk meredam pengusutan dugaan korupsi ditubuh pemkab Kolaka tahun 2003,2004, dan 2005 lalu.” Penempatan lokasi karantina hewan adalah persoalan nomor dua, tapi persoalan nomor satu adalah soal penganggaran karena harga beli obyek terlampau mahal atau eksklusif dari kelayaakan harga di mangngolo dan belum bersertifikat saat itu.” kata Defri.W.

Dan jika bupati Kolaka dan Sekda kolaka tidak berada dibalik pembelian KKN ini, diminta segera membentuk tim untuk meninjau kembali pembebasan lokasi karantina hewan Kolaka di Mangolo dan menunjukkan sikap transparansi kepada masyarakat, dan seyogianya pengadaan tanah oleh Pemkab Kolaka agar mempertimbangkan Nilai Jual Obyek Pajak ( NJOP ) dan harga pasaran umum yang berlaku di daerah setempat. Apabila hal ini tidak segera disikapi maka penetapan pembebasan lokasi dimangolo akan menjadi standar umum pembebasan atau pengadaan tanah/lokasi di Kabupaten Kolaka. ( Edo manto)

(karena ini berita kasus melibatkan mantann kajati sultra mohon judul diketik besar-besar dan dipertimbangkan ut dihalaman depan) trim’s

LOKASI PEMBAGUNAN KANTOR DPRD KOLAKA BERMASALAH

Kolaka, Koran PK.

Berawal dari perencanaan kurang matang, Lokasi pembangunan kantor DPRD Kolaka yang ditempatkan berdampingan dengan Kantor Bupati Kolaka dipastikan bermasalah. Pasalnya Pemkab Kolaka belum membebaskan tuntas lokasi dari hak pemiliknya.Tangga salah satu pemilik tanah yang belum menerima ganti kerugian terpaksa mengkomplein Pemkab Kolaka.

Pihak keluarga Tangga yang menguasai tanah/lokasi tersebut sejak tahun 1950an menilai Pemkab Kolaka tidak bersikap adil dan semena- mena mengesampingkan hak Privatisasi rakyat. Padahal Visi Misi Bupati Kolaka yang Nota Bene akan mensejahterakan rakyat ternyata ‘abu-abu’. Faktanya, keberadaan sertifikat siluman tanpa Alashak ( Ex lokasi Kantor Diknas) diatas tanah masyarakat dijadikan dasar penguatan akal bulus oknum pejabat di Pemkab Kolaka merampas hak masyarakat untuk dijadikan aset milik Pemkab.

Berdasarkan Surst Keputusan (SK) Gubernur Sulawesi Tenggara/ Kepala Inspeksi Agraria Sulawesi Tenggara Tanggal tanggal 22 oktobober 1967 Nomor. SK.51/Kla/1967 yaitu perihal surat penetapan ganti rugi kepada para pemilik tanah yang berada dilokasi dimaksud, dalam lampiran SK Gubernur menetapkan nama-nama pemilik untuk menerima ganti kerugian.

Dari sekian nama yang ditetapkaan untuk menerima ganti kerugian adaalah Patinda. Tanah Patinda sesuai diterangkan dalam lampiran SK Gubernur, sebelah Utara dan Barat berbatas tanah Tangga, Timur berbatas tanah Dg Sajarah dan Selatan berbatas tanah Dg Rajja.Munculnya tanah tangga berbatas dengan tanah Patinda membuktikan Tangga memiliki hak atas tanah dilokasi yang sedang dibangun kantor DPRD.

Menurur Rauslin Tangga anak kandung Tangga, telah berupaya bernegosiasi dengan pihak Pemkab berdasarkan bukti- bukti dan dasar pembuktian yang ada namun pihak Pemkab tidak memberi respon untuk solusi penyelesaiannya. Ruslin Tangga menyatakan, pihak Pemkab salah kaprah. Seharusnya sertipikat siluman yang ada ditangan Pemkab obyeknya dibahagian depan lokasih Tanah Tangga (Eks Lapangan basket) karena suda dibebaskan pada tahun 1980 oleh Pemkab Kolaka kepada Tangga sebagai pemilik. luasnya sesuai dengan luas yang tertera dalam sertifikat siluman . Keseluruhan lokasi Tangga yang ada dilokasi bermasalah sebahagian belum diganti rugi pleh Pemkab, yaitu lokasi pembagunan Kantor DPRD yang sekarang ini dicaplok sebagai milik Pemkab Kolaka.

Menyikapi masalah ini, terkait kinerja Pertanahan dan kebijakan pembangunan kabupaten Kolaka. Ketua Lembaga Kontrol Transparansi Anggaran dan Kebijakan Indonesia (KONTAK INDONESIA) Kolaka Sulawesi Tenggara, Ermanto, Alashak adalah syarat mutlak untuk penerbitan Sertifikat Hak Pakai maupun Sertifikat Hak Milik. tanpa didasari alashak perlu dipertanyakan ke Badan pertanahan. Menyimak adanya terbit sertifikat Hak Pakai tanpa Alashak sebagai alat penguatan Pemkab, diragukan suatu prodak kerja sama antara Pemkab Kolaka dengan Badan Pertanahan yang mengesampingkan prosedur, disamping mewarnai kinerja buruk Badan Pertanahan dan semakin berkurangnya kepercayaan masyarakat Kolaka terhadap Pemerintahan Bupati Kolaka Drs H. Buhari Matta, Msi. “ Coba kita simak penampakan pembangunan Kantor DPRD Kolaka tanpa proses pembaahasan di DPRD dan belum lagi diduga tanpa tender, ironisnya Eksekutif dan Legislatif sama-sama meng oke kan saja”.Tandas Ermanto.

…………………………………………………( Edo Hermanto)……………………..

Tidak ada komentar: